Wayang Golek Dadan Sunarya, Dari Hiburan Jadi Tradisi Syukur di Desa Sukamenak Majalengka

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Lapangan bola Desa Sukamenak, Kecamatan Bantarujeg, Majalengka, Jawa Barat (Jabar) Rabu (10/09/2025) malam, berubah menjadi panggung raksasa kebersamaan.
Ribuan warga berjubel di rerumputan, duduk bersila tanpa sekat usia maupun status, demi satu hal: menyaksikan pagelaran wayang golek.
Dalang kondang asal Bandung, H. Dadang Sunandar Sunarya dari sanggar legendaris Giri Harja 3, menjadi pusat perhatian.
Baca juga: Lapas Nusakambangan Kelola Abu Sisa Pembakaran Batu Bara PLTU, Hasilkan Produk Bernilai Ekonomis
Dengan kepiawaian khas trah Sunarya, ia menyulam kisah penuh nasihat ke dalam dialog jenaka para punakawan. Gelak tawa anak-anak bersahutan dengan senyum orang tua yang larut dalam alur cerita.
“Pagelaran ini bukan sekadar tontonan, tapi tuntunan,” ujar Asep Sonjaya, Kepala Desa Sukamenak, ketika ditemui di sela acara.
Ia menyebut malam itu sebagai wujud syukur: atas kesehatan, rezeki, sekaligus peringatan HUT ke-80 RI yang bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Baca juga: Peringati Maulid Nabi, Wali Kota Depok Supian Suri Ajak Perkuat Toleransi dan Teladani Rasulullah
Bagi Asep, wayang golek adalah denyut kebudayaan yang tak pernah padam di desanya. Sejak era maestro almarhum Asep Sunandar Sunarya, seni tradisi itu hadir mengikat kebersamaan warga.
“Kami ingin budaya ini terus lestari. Bukan hanya hiburan, tapi perekat yang menyatukan masyarakat,” katanya.
Di antara kerumunan, terlihat keluarga kecil membawa jajanan sederhana, sebagian lainnya sibuk meninabobokan anak balita di pangkuan. Semilir angin malam menambah keintiman suasana.
“Harapan kami, pagelaran ini menjadi agenda rutin, agar warga tak tercerabut dari akar budaya,” Asep menambahkan.
Baca, juga: Pekerja RBR di Depok Diajak Ikut Asuransi TK Gratis: Pedagang, Buruh Hingga Wartawan Bisa Dicover
Kemeriahan itu juga dihadiri Wakil Bupati Majalengka, Dena Muhamad Ramdhan. Kehadirannya dianggap warga sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap seni tradisi. “Kami mengapresiasi kekompakan masyarakat Sukamenak,” ucapnya singkat.
Deretan pejabat kecamatan dan unsur Forkopimcam—Camat, Kapolsek, hingga Danramil—terlihat duduk tanpa jarak bersama warga, menonton hingga larut malam. Tak ketinggalan, budayawan sekaligus filantropis asal Cingambul, H. Baya, hadir sebagai Dewan Adat Masyarakat Adat Danghyang Rundayan Talaga.
Malam itu, Sukamenak seakan menemukan dirinya kembali: sebuah desa kecil yang masih percaya bahwa wayang golek bukan hanya kisah para raja dan ksatria, melainkan juga cermin kebersamaan yang menyatukan. (***)
Journalist: Eko Widiantoro