Home > Ekonomi

Trump Turunkan Tarif 32 Persen Menjadi 19 Persen, Kini Indonesia Memiliki Sejumlah Pekerjaan Rumah

Untuk turun 11 persen, Indonesia, menurut Trump, bersedia membuka seluruh pangsa pasar Indonesia untuk produk AS.
Presiden AS, Donald Trump. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA) 
Presiden AS, Donald Trump. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Dalam sosial medianya, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menyampaikan bahwa dengan Presiden Indonesia, Prabowo Subianto telah mencapai kesepakatan atas pengenaan tarif semula 32% turun kini menjadi 19%.

Untuk turun 11%, Indonesia, menurut Trump, bersedia membuka seluruh pangsa pasar Indonesia untuk produk AS.

Sebagai bagian dari kesepakatan Indonesia akan:

1. Membeli energi senilai 15 miliar dolar AS,

2. Membeli produk agrikultur senilai 4,5 miliar,

3. Membeli 50 Boeing 777 dan

4. Terakhir para peternak dan nelayan AS mempunyai akses penuh atas pasar Indonesia.

Baca juga: Gubernur Pramono Hadiri Forum PBB, Jakarta Harus Bertransformasi jadi City Diplomacy

Bila dibandingkan negosiasi dengan Uni Eropa sebagaimana disampaikan oleh Presiden Prabowo sendiri di Brusel memakan waktu hingga 10 tahun agar pangsa pasar Indonesia terbuka dengan tarif resiprokal. Sementara Trump berhasil dalam hitungan bulan.

Memang ini suatu capaian tim negosiator yang dipimpin oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Terlebih lagi Trump tidak mengenakan 10% tambahan karena Indonesia merupakan anggota penuh dari BRICS.

Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional UI mengatakan, kini Indonesia memiliki sejumlah pekerjaan rumah.

Baca juga: ZINC Trail Run Kembali Digelar November Mendatang, Lebih Menantang dan Seru

Pertama, bagi Indonesia selanjutnya adalah menuangkan kesepakatan ini dalam bentuk perjanjian bilateral.

Bila tidak, negara-negara anggota WTO akan meminta perlakuan yang sama seperti AS sesuai Pasal 1 angka 1 GATT yang mengatur tentang Most Favored Nations ((MFN).

Inti dari prinsip MFN adalah kebijakan untuk mengisitimewakan pelaku usaha dari suatu negara harus diberlakukan kepada pengusaha dari negara lain yang menjadi anggota WTO. Pengecualiannya adalah bila kebijakan ini dituangkan dalam perjanjian antar negara.

Kedua, Indonesia harus melakukan penguatan terhadap para pelaku usaha dalam negeri, termasuk BUMN sehingga mampu bersaing dengan pelaku usaha AS.

Baca juga: Jokowi Harus Buktikan Kekuatan Besar di Balik Tuduhan Ijazah Palsu dan Pemakzulan Gibran

Bila tidak kekhawatirannya pencanangan Presiden Prabowo agar Indonesia mampu berswasembada energi dan pangan menjadi taruhan.

Selanjutnya, Indonesia harus mewaspadai negara-negara pesaing AS, terutama China dan Uni Eropa, untuk mendapatkan konsesi yang sama dengan AS.

Bagi negara-negara tersebut Indonesia adalah pangsa pasar yang menjanjikan sehingga tidak mau bila didominasi pelaku usaha AS saja.

Terkahir, pemerintah harus mengantisipasi mengecilnya lapangan pekerjaan yang terbuka di Indonesia.

Hal ini mengingat produk-produk dari AS akan dibuat oleh tenaga kerja AS sementara yang menyerap produk tersebut adalah konsumen Indonesia tanpa pelibatan tenaga kerja Imdonesia. (***)

× Image