Tutut Soeharto Layak Pimpin Partai Golkar Tapi Rentan

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK - Siti Hardijanti Hastuti Rukmana (Tutut Soeharto) dirumorkan jadi kandidat kuat untuk menggantikan Ketua Umum Partai Golkar saat ini, Bahlil Lahadalia.
Rumor tersebut mendapat sorotan dari Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga. Menurutnya, rumor yang berkembang di media sosial itu tampaknya merespons isu Munaslub di Golkar. Pendukung Tutut coba memanfaatkan isu Munaslub untuk memunculkan Tutut sebagai calon kuat ketua umum Golkar berikutnya.
"Pihak-pihak yang mengajukan Tutut bisa jadi ingin mengulang kejayaan Golkar saat dikendalikan Soeharto. Bahkan Golkar sempat diidentikan dengan Soeharto. Karena itu, Tutut sebagai penerus Soeharto, dinilai logis bila menahodai Golkar," ungkap Jamil kepada RUZKA INDONESIA, Jumat (15/08/2025) siang.
Lagi pula, lanjutnya, Tutut juga pernah lama menjadi bagian Golkar, bahkan pernah menjadi pengurus di DPP dari partai berlogo Pohon Beringin. Karena itu, bagi Tutut Golkar bukanlah hal asing.
"Kepemimpinan Tutut juga selama ini dinilai cukup baik. Kapasitasnya tidak diragukan dan dinilai cukup mumpuni untuk memimpin Golkar," tambah mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini.
Bahkan loyalis Soeharto akan bersuka cita bila Tutut menjadi Ketum Golkar. Para loyalis Soeharto ini bisa saja kembali ke Golkar bila Tutut yang jadi ketumnya.
Apalagi diyakini Tutut bisa menarik sebagian masyarakat yang merindukan era saat dipimpin Soeharto. Mereka ini kecewa atas capaian pembangunan paska Orba dilenyapkan.
"Namun demikian, Tutut punya warisan stigma negatif di masyarakat. Tutut dinilai sebagai pewaris Orba yang masih sulit diterima sebagian masyarakat Indonesia," tandasnya.
Menurut Jamil, bila Tutut menjadi Ketum Partai Golkar, dikhawatirkan akan dipersepsi negatif oleh sebagian masyarakat. Partai Golkar akan dinilai sebagai penerus Golkar.
Kalau hal itu terjadi, lanjut Jamil, maka elektabilitas Golkar berpeluang turun. Kepercayaan masyarakat kepada Golkar sebagai partai yang reformis akan turun. Hal ini akan menurunkan penerimaan masyarakat terhadap Golkar.
"Karena itu, Golkar layak mempertimbangkan plus minusnya bila Tutut menjadi Ketum Golkar menggantikan Bahlil. Dengan begitu, pergantian ketum Golkar dapat menguatkan elektabilitas Golkar, bukan justru menurunkan," pungkas Jamil (***)