Indonesia Kuat Jadi Tema Harkitnas, Anggota DD RI Fahira Idris Paparkan 5 Pilarnya

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta, Fahira Idris memberikan pandangannya terkait tema Hari Kebangkitan Nasional yang ke-117 “Bangkit Bersama Wujudkan Indonesia Kuat”.
Menurutnya, Indonesia Kuat bukan sekadar tentang kekuatan ekonomi atau militer, tetapi adalah kondisi ketika bangsa ini memiliki ketahanan sistemik untuk bertahan, berinovasi, dan memimpin.
“Indonesia Kuat adalah bangsa yang mandiri, adil, inklusif, cerdas, dan resilien. Bangsa yang tidak hanya bertahan dari tantangan, tetapi juga mampu mengubah krisis menjadi peluang, dan ketertinggalan menjadi keunggulan,” ujar Fahira Idris di sela-sela memperingati Hari Kebangkitan Nasional 2025 di Jakarta, Selasa (20/05/2025).
Baca juga: Kasus Mata Minus Anak di Indonesia Meningkat, Deteksi Dini Jadi Kunci Utama Pencegahan
Senator Jakarta ini mengungkapkan, setidaknya terdapat lima pilar utama menuju Indonesia kuat. Pilar pertama, kepemimpinan berbasis integritas moral.
Kekuatan sebuah bangsa tidak hanya bergantung pada sumber daya alam atau teknologi, tetapi juga pada integritas moral para pemimpinnya.
Untuk menjadi bangsa kuat, Indonesia memerlukan sistem yang secara aktif memproduksi pemimpin-pemimpin berkarakter, bukan hanya berkapasitas. Pendidikan kepemimpinan mulai sekolah hingga birokrasi harus menjadi program nasional.
Baca juga: Revisi UU Pemda Masuk Prolegnas, Ini 5 Rekomendasi Anggota DPD RI Fahira Idris
Pilar kedua, ekonomi rakyat yang tangguh dan terdistribusi. Bagi Fahira Idris, Indonesia kuat adalah Indonesia yang tahan banting di akar rumput.
Bukan sekadar pertumbuhan ekonomi yang tinggi di kota-kota besar, tetapi ketahanan ekonomi mikro di pelosok. Untuk itu, UMKM digital, koperasi inovatif, dan desa mandiri harus menjadi basis baru kekuatan nasional.
“Sudah saatnya kita menguatkan national resilience fund berbasis APBN untuk pendanaan modal mikro. Sudah waktunya juga kita bangun ekosistem ekonomi lokal berbasis teknologi dengan koneksi logistik dan pasar digital nasional,” jelas Fahira.
Baca juga: Rumor Bakal Diganti, Prabowo Harus Pertahankan Jaksa Agung
Pilar ketiga, sistem pendidikan yang melahirkan para pemecah masalah. Indonesia tak akan kuat jika hanya menjadi pasar teknologi dan budaya asing.
Oleh karena itu, Indonesia harus jadi bangsa pencipta. Semua itu bisa diwujudkan jika sistem pendidikan mengubah orientasinya dari hafalan ke pemecahan masalah, dari kompetisi ke kolaborasi, dari seragam ke keberagaman.
Artinya, kurikulum nasional mewajibkan proyek lintas disiplin berbasis tantangan lokal. Semua ini diperkuat insentif besar bagi riset terapan yang menggandeng industri lokal.
Baca juga: Kapolrestro, Dandim dan Wali Kota Depok Ajak Ormas Perkuat Kamtibmas
Pilar keempat, kedaulatan digital dan keamanan siber. Kekuatan sebuah bangsa saat ini berada di ruang maya. Tanpa kedaulatan digital, bangsa ini hanya akan menjadi “koloni” baru di era algoritma. Indonesia harus menguasai data, jaringan, dan perangkat lunak strategis.
Untuk itu penting hadirnya sebuah “Badan Siber dan Teknologi Nasional” yang independen. Selain itu perlu ada open-source nasional untuk perangkat publik dan sistem digital defense reserve untuk talenta siber.
Pilar kelima, infrastruktur sosial sebagai prioritas. Indonesia kuat bukan hanya dari jalan tol dan bandara, tetapi dari sistem sosial yang menopang keadilan dan kesejahteraan. Akses pada makanan bergizi, air bersih, layanan kesehatan primer, dan hunian layak adalah indikator kekuatan nasional sesungguhnya.
Baca juga: Catatan Cak AT: Dokter-Dokter Tersedu di Meja Kasir Negara
“Indonesia yang kuat adalah Indonesia yang mengakar dalam rakyatnya. Sebuah bangsa yang mengedepankan kerja sama, mempercayai inovasi anak mudanya dan yang merayakan keberagaman sebagai kekuatan,” pungkas Fahira. (***)