Diskusi Mengenai Tantangan dan Peluang dalam Penerjemahan Audiovisual

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Pada Sabtu (26/04/2025) yang lalu, Seminar Film dan Bahasa bertajuk “Tantangan dalam Penerjemahan Audiovisual” sukses diselenggarakan oleh Lembaga Bahasa Internasional Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (LBI FIB UI).
Seminar yang dihadiri oleh 87 peserta dari berbagai kalangan ini dilangsungkan di Auditorium Gedung IX Kampus FIB UI.
Menghadirkan narasumber berpengalaman, yang merupakan praktisi dari industri perfilman, untuk membagikan informasi menarik terkait penerjemahan dalam audiovisual.
Baca juga: Terungkap Penghuni Kampung Baru Liar, Tempati Lahan Pemkot Depok, Sekneg, PP Property dan Pertamina
Dalam era globalisasi seperti saat ini, kebutuhan akan penerjemahan audiovisual – terutama dalam bentuk dubbing dan subtitling – semakin meningkat. Keduanya menjadi salah satu unsur penting dalam penyampaian karya dalam film dengan lintas bahasa dan budaya.
Untuk menjembatani kebutuhan industri dan keahlian bahasa yang relevan, LBI FIB UI mengadakan seminar yang menyoroti relasi khusus antara film dan bahasa dengan tema "Dubbing dan Subtitling: Tantangan Penerjemahan Audiovisual" untuk membahas lebih dalam mengenai teknik, tantangan, serta peran penting penerjemahan dalam dunia perfilman.
Berangkat dari isu tersebut, seminar ini diselenggarakan dengan tujuan memberikan wawasan kepada para peserta mengenai teknik dan tantangan dalam dubbing (penyulihan suara) dan subtitling (pemberian takarir), menggali aspek linguistik dan budaya dalam penerjemahan audiovisual, serta menyediakan forum diskusi antarpraktisi, akademisi, dan penggiat bahasa serta film.
Acara dibuka pada pukul 13.00 WIB, dan dimulai dengan sesi pemaparan dan diskusi terbuka yang menghadirkan beberapa narasumber yang berpengalaman pada bidang film dan penerjemahan audiovisual, yang dipandu oleh moderator Dr. Suma Riella Rusdiarti, Dosen Sastra Prancis Universitas Indonesia yang merupakan ahli di bidang sastra dan kajian film.
Baca juga: UI Peringkat 1 di Indonesia versi THE Asia University Rankins
Para Praktisi Film sebagai Narasumber
Narasumber pertama pada seminar ini adalah Krishto Damar Alam, seorang VP Creative dan Production dari Screenplay Films. Ia mengawali diskusi dengan membahas proses produksi film atau serial TV, mulai dari tahap praproduksi, tantangan yang dihadapi, hingga pascaproduksi.
Krishto menyebutkan bahwa dalam menggarap sebuah film terdapat banyak pihak yang berperan, yang seluruhnya mengambil bagian sebagai storyteller dengan berfokus pada satu tujuan, yaitu untuk menyampaikan sebuah cerita kepada para penonton.
"Film berasal dari kreator yang memiliki cerita. [Sementara itu], sutradara hanya sebagai salah satu sumber daya manusia (SDM) yang bertugas untuk menceritakannya. Sutradara memang berperan sebagai leader-nya, tetapi produser juga bertanggung jawab untuk mengantarkan cerita itu untuk di-deliver," jelas Krishto.
Baca juga: Atasi Kemacetan, Kementerian PU dan Pemkot Depok Rapat Bahas Rencana Pembangunan Flyover Juanda
Krishto menambahkan bahwa film tidak hanya diciptakan sebagai sarana hiburan, tetapi juga sebagai sarana untuk membangun komunikasi yang efektif dengan audiens.
“Buat saya, film itu adalah media komunikasi. Komunikasi akan efektif ketika relate dengan topiknya, memiliki empati terhadap karakternya, dan believable. Ketika salah satu komponen dari ketiga tersebut tidak mengenai audiens, maka audiens akan off. Jika audiens off, mereka tidak akan memiliki ketertarikan dengan apa yang dilihat," ungkapnya.
Menyambung pembahasan sebagai narasumber kedua, Yusuf Raharjo, yang juga telah lama berkecimpung dalam industri perfilman Indonesia, menjelaskan mengenai adanya bahasa film (film language).
Baca juga: Drone Masuk Masjid, Inovasi Dakwah dengan Optimalkan Sains, Teknologi dan Seni Budaya
Bahasa film mengacu pada sistem komunikasi yang digunakan dalam film untuk menyampaikan suatu pesan atau makna kepada penonton. Yusuf menekankan pentingnya pemahaman terhadap dua komponen utama pada bahasa film, yaitu komunikasi visual (sinematografi, properti, editing, dan lighting), serta komunikasi audio (dialog, sound design, dan musik).
“Film language atau bahasa film sangat diperlukan untuk penulis skenario, calon kritikus film, penerjemah film, atau orang yang gemar mengulas karya film. Semua perlu memahami bahasa film,” tutur Yusuf.
Ia kemudian mengibaratkan pengalaman memahami film dengan membaca sebuah karya sastra.
“Karena melihat film itu seperti ketika kita membaca novel. Ketika salah menerjemahkan, maka roh dari film itu akan hilang dan nuansanya akan hilang,” tambahnya.
Baca juga: Gubernur Jabar akan Tepati Janji, Bakal Bangun Underpass Citayam dan Taman Air Mancur di Situ Situ
Menurut Yusuf, bahasa film memiliki fungsi penting dalam penceritaan naratif, ekspresi emosi, penciptaan suasana, hingga pengembangan karakter dan penyampaian tema.
Ia juga menyoroti sejumlah tantangan dalam proses penerjemahan film, seperti keterbatasan pengetahuan bahasa, budaya, dan sinematografi, tekanan waktu dalam proses penerjemahan, dan kurangnya pengawasan pada tahap penyuntingan.
Terkait dengan pembahasan mengenai bahasa film, Maria Dolorosa Diena sebagai narasumber selanjutnya – yang merupakan pakar dalam bidang penerjemahan audiovisual – memberikan perspektif mengenai jenis-jenis penerjemahan audiovisual, alur kerja dalam takarir, ragam sulih suara (dubbing) dan tantangannya, serta berbagai peran terkait yang bertugas di balik layar dalam pembuatan sebuah film.
Maria menekankan bahwa perkembangan teknologi menjadi faktor kunci dalam penerjemahan audiovisual.
Baca juga: Tempat 'Jin Buang Anak', di Depok Cicilan Rumah Cuma Rp 15 Ribu per Bulan, Dihuni Banyak Wartawan
“Produksi takarir erat kaitannya dengan teknologi. Itu sebabnya, salah satu masalah utama ketika mencoba untuk mengklasifikasikan jenis takarir adalah seberapa cepat teknologi itu berkembang,” ungkap Maria.
Ia juga memaparkan beberapa tantangan dalam penerjemahan takarir, seperti keterbatasan ruang (posisi teks, jumlah baris, format, dan karakter maksimum) dan keterbatasan waktu (kecepatan membaca dan perubahan adegan).
Antusiasme Peserta Seminar
Pemaparan dari ketiga pembicara tersebut memberikan gambaran yang komprehensif mengenai tantangan, teknik, dan dinamika di balik penerjemahan audiovisual dalam industri film.
Antusiasme peserta pun terlihat dari partisipasi aktif dalam sesi tanya jawab, dengan ajuan berbagai pertanyaan seputar praktik penerjemahan untuk sulih suara hingga kriteria untuk menjadi voice talent.
Baca juga: Usung Nilai Budaya, Evenciio Apartement Depok Perkenalkan Tarian Reok Ponorogo ke Mahasiswa Asing
Seminar yang dihadiri oleh 87 peserta dari beragam latar belakang profesi – termasuk di dalamnya penerjemah, dosen, mahasiswa, ilustrator, karyawan swasta, hingga pengisi suara (voice actor) – ini mencerminkan besarnya minat terhadap topik penerjemahan audiovisual serta perlunya ruang diskusi lintas bidang dalam ketertarikan terhadap dunia perfilman, terutama terhadap industri film di Indonesia.
Salah satu peserta bernama Saharuddin yang berasal dari Makassar mengungkapkan bahwa alasannya mengikuti seminar ini berangkat dari ketertarikannya terhadap dunia perfilman dan keinginannya untuk memperdalam wawasan mengenai industri film.
“Saya ingin memahami lebih dalam tentang konsep visualisasi dalam perfilman dan bagaimana mengintegrasikannya ke dalam praktik profesi yang saya lakukan,” terang Saharuddin.
Peserta lainnya bernama Hardianto, yang berprofesi sebagai voice actor, turut membagikan pengalamannya dalam seminar ini.
Baca juga: Ratusan Calon Dokter Muda FK Universitas Cenderawasih Terancam DO
Hardianto mengatakan bahwa motivasinya hadir adalah untuk memperdalam pemahaman mengenai penerjemahan, yang berkaitan erat dengan profesinya sebagai pengisi suara.
Hardianto pun mengungkapkan bahwa semua materi yang disampaikan berhasil membuka wawasannya.
“Semua materi dari ketiga narasumber sangat menarik dan mampu membuka wawasan baru untuk saya; mulai dari awal pembuatan film sampai proses penerjemahan. Selama ini, saya hanya mengetahui proses dubbing saja. Semoga wawasan mengenai penerjemahan ini bisa meluas, agar bisa dikenal dan dimengerti khalayak luas, karena saat ini dubbing dan takarir masih sering dibenturkan,” ungkapnya.
Pada puncak acara, LBI FIB UI menghadirkan pula para pengisi suara utama pada kartun SpongeBob SquarePants Indonesia. Mereka membagikan pengalaman unik di balik proses pengisian suara, termasuk bagaimana menyesuaikan karakter suara agar sesuai dengan animasi yang digarap.
Kehadiran empat pengisi suara SpongeBob SquarePants ini tidak hanya menambah keseruan acara, tetapi juga memberikan gambaran nyata tentang tantangan dan kreativitas dalam praktik sulih suara (dubbing). Keberhasilan seminar ini dengan partisipasi aktif dari berbagai kalangan semakin memotivasi LBI FIB UI untuk terus menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang relevan dengan kebutuhan industri dan perkembangan zaman. (***)