Home > Kolom

Muhasabah Kemerdekaan: Homo Socius dan Homo Homini dalam Kemerdekaan

Mencermati kondisi sosial politik masyarakat di era satu windu dekade kemerdekaan, penulis melihat adanya ketidaksesuaian antara fondasi sosial dengan bangunan yang terjadi di bangsa ini.
Foto ilustrasi benders merah putih, peringati Hari Kemerdekaan ke 80 RI. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA) 
Foto ilustrasi benders merah putih, peringati Hari Kemerdekaan ke 80 RI. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Perayaan ulang tahun kemerdekaan tahun ini dibayangi adanya berbagai problem sosial yang terjadi di masyarakat yang berpotensi munculnya konflik di masyarakat.

Kasus kenaikan pajak di berbagai daerah yang membebani masyarakat hingga meletus menjadi demo massal, sebagaaimana yang terjadi di Pati, Jawa Tengah.

Isu ijazah palsu yang terus membelah masyarakat, penarikan royalti lagu di cafe, ancaman pencabutan hak atas tanah dan pemblokiran rekenig, serta berbagai isu lain yang bikin gaduh dan dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Baca juga: Prabowo Ajak Partai Koalisi Awasi dan Kritik Pemerintah Demi Jaga Demokrasi

Mencermati kondisi sosial politik masyarakat di era satu windu dekade kemerdekaan, penulis melihat adanya ketidaksesuaian antara fondasi sosial dengan bangunan yang terjadi di bangsa ini.

Sebagaimana kita ketahui, fondasi sosial bangsa ini adalah bangsa spiritual-religius, komunal dan mengedepankan kebersamaan.

Secara naluriah bangsa ini memiliki kecenderungan bersama secara guyub, rukun sebagai mahluk sosial (homo socious).

Karakter dasar ini disadari oleh para pendiri bangsa yang kemudian digali dan dikonstruksi menjadi Pancasila yang kemudian dijadikan sebagai dasar negara.

Baca juga: Catatan Cak AT: Panggung Dunia eSport di Riyadh

Di tengah fondasi sosial masyarakat homo socius didirikan bangunan sosial liberal-sekuler yang individual, bebas dan sekuler yang mengagungkan kebebasan individu, serba rasional.

segala yang berbau spiritual dikritisi dan cenderung disingkirkan karena dianggap klenik, mistik dan tahayul. Relasi antara manusia cenderung berbentuk kompetisi dan kontestasi karena memandang sesama manusia sebagai pesaing yang saling menghancurkan, homo homini lupus.

Ketidak sesuaian antara fondasi dan bangunan sosial ini menyebabkan terjadinya kesenjangan budaya (cultural lag) yang membuat konstruksi sosial menjadi labil, rapuh sehingga mudah goyah saat menghadapi sedikit tekanan atau gesekan.

Baca juga: Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kota Depok Dengarkan Pidato Kenegaraan Presiden RI

Di sini terjadi daya saling tolak antara fondasi (nilai, spiit, karakter) dan bangunan (sistem, mekanisme dan institusi). Inilah yang menyebabkan hal-hal yang sepele dapat menjadi pemicu konflik dan perdebatan yang gaduh.

Peringatan kemerdekaan yang ke- 80 ini, mestinya dijadikan momentum untuk melakukan muhasabah (intropeksi diri).

Agar bangsa ini dapat berdiri kokoh dan kuat untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, maka perlu membenahi problem dasar kebangsaan yaitu melakukan sinkronisasi antara fondasi sosial dengan bangunan sosial. Ini dapat dilakukan dengan merumuskan strategi kebudayaan yang valid dan akurat yang dapat dijadikan pijakan dan panduan untuk membuat kebijakan.

Baca juga: 1.000 Seragam Sekolah Disalurkan Pertamina Bagi Anak Operator SPBU dan Siswa Difabel

Apa yang dilakukan para pendiri bangsa merupakan contoh baik yang dapat ditiru yaitu membuat rekayasa bangunan sosial (social engineering) yang dapat memadukan antara paradigma homo socius denngan homo homini lupus secara proporsional dan kreatif.

Mereka menggunakan kaidah-kaidah fiqih secara tepat dan akurat, misalnya kaidah khud ma sshafa wa da’ ma kadar (ambil yang jernih dan buang yang kotor), darul mafaasid muqaddam ala jalbil mashaalih (mencegah kerusakan harus didahulukan daripada mencari kebaikan).

Tanpa adanya upaya menyelesaikan kesenjangan budaya, bangsa ini akan terus berda dalam goncangan. Hal ini hanya dapat terjadi jika para elit memiliki kearifan (wisdom) dan dapat mengikis nasu serakah yang ada dalam diri mereka.

Baca juga: Sambut Hari Kemerdekaan RI, Wali Kota Depok Supian Suri Bebersih Bangunan Peninggalan Belanda

Kedua hal ini merupakan titik temu antara homo socius dengan homo homini lupus. Kearifan adalah fondasi dari homo socius dan pengendalian nafsu serakah fondasi homo homini lupus dalam membangun sistem sosial yang stabil, adil, berkemanusiaan dan berkebudayaan.

Hanya dengan cara ini kita dapat menikmati dan merayakan kemerdekan dengan bahagia dan suka cita. (***)

Penulis oleh: oleh: Dr Ngatawi Al Zastrouw /Direktur Kebudayaan Universitas Indonesia

× Image